Sederhana Namun Mengena

Mengapa Penghasilan BUT tidak seluruhnya dicatat di pembukuan BUT? Apakah tidak bertentangan dengan prinsip Pengakuan Penghasilan PSAK 72 dan 73?

Tanya:

Mengapa penghasilan BUT tidak seluruhnya dicatat dalam pembukuan BUT? Apakah tidak bertentangan dengan pengakuan penghasilan dalam PSAK 72 dan 73?

Jawab:

1. Pasal 28 UU KUP mengamanatkan bahwa, jika secara perpajakan tidak diatur secara khusus, maka pembukuan wajib pajak harus mengikuti prinsip akuntansi yang berlaku. Prinsip akuntansi bisnis yang berlaku saat ini yang mengatur pengakuan pendapatan adalah PSAK 72 dan 73. PSAK 72 tentang pendapatan dari kontrak dengan pelanggan. Cara mengakui pendapatan terdapat lima tahap yaitu : (a) mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan, (b) mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan, (c) menentukan harga transaksi, (d) mengalokasikan harga transaksi terhadap kewajiban pelaksanaan, (e) mengakui pendapatan ketika (atau selama) entitas telah menyelesaikan kewajiban pelaksanaan. PSAK 73 tentang sewa, mengatur akuntansi sewa dengan fokus di sisi yang menyewakan. Dalam akuntansi, sewa dianggap sebagai kontrak, yang menurutnya penyewa (penyewa) menyewa hak dari pemberi sewa (pesewa) untuk digunakan selama jangka waktu tertentu dengan imbalan sewa yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua PSAK tersebut menggantikan PSAK 23. Kata kunci PSAK 72: kontrak antara penerima pendapatan dan penerima manfaat. Kata Kunci PSAK 73: kontrak antara pemilik properti dengan penyewa.

2. Pasal 5 UU PPh mengatur apa-apa yang masuk sebagai penghasilan dari sebuah Bentuk Usaha Tetap, yaitu:

a. Penghasilan dari kegiatan/usaha yang dilakukan oleh BUT itu sendiri (Attributable Income-AI-); contoh: BUT di Indonesia melakukan kontrak pembangunan jembatan Suragula dengan Pemilik Proyek WIKA. Maka penghasilan dari kegiatan konstruksi tersebut merupakan penghasilan BUT.

b. Penghasilan yang diperoleh kantor pusat dari Indonesia atas kegiatan/usaha yang sama/sejenis dengan yang dilakukan oleh BUTnya di Indonesia (Force of Attraction Income-FOA-); Head Office Silicon Valley  Bank (SVB) di Amerika memberi pinjaman kepada perusahaan di Indonesia. Sementara kantor cabang SVB di Indonesia juga beroperasi sebagai bank di Indonesia. Maka penghasilan yang diterima Head Office dari bunga atas penyaluran pinjaman ke Indonesia, harus diperhitungkan (digunggung) sebagai penghasilan BUT (kantor cabang) di Indonesia. Bisa jadi kantor cabang tidak tahu menahu bahwa kantor pusatnya memberi pinjaman langsung ke Indonesia.

c. Penghasilan yang diperoleh kantor pusat dari harta/kegiatan di Indonesia yang memiliki hubungan efektif dengan BUTnya (Effectively Connected Income-ECI-). Entitas di Indonesia melakukan pembayaran berupa penggantian atas jasa, pembayaran deviden, royalti, bunga kepada entitas di luar negeri. Entitas di luar negeri tersebut memiliki/seharusnya memiliki BUT di Indonesia. BUT di Indonesia tersebut memiliki andil/peran terhadap timbulnya pembayaran ke luar negeri tersebut. Peran tersebut karena adanya hubungan efektif. Misalnya suatu head office di luar negeri mendapat kontrak memasang turbin pembangkit listrik dengan PLN. Personel BUT melakukan bantuan teknis berupa asembling, pemasangan dan uji operasi atas turbin tersebut. Maka penghasilan head office di luar negeri tersebut harus diperlakukan (digunggung) sebagai penghasilan BUT di Indonesia.

3. Dari sudut pandang akuntansi, dapat disimpulkan, PSAK 72 dan 73 mengatur pengakuan pendapatan dari yang berkontrak. Maka yang berkontrak adalah yang mencatat pendapatan dalam pembukuannya. Siapa yang berkontrak? 

a. Kasus angka 2.a, yang berkontrak adalah BUT maka pendapatan dicatat dalam pembukuan BUT di Indonesia;

b. Kasus angka 2.b, yang berkontrak adalah head office dari BUT, sehingga pendapatan dicatat dalam pembukuan Head Office. Karena Head office berada di luar negeri maka sebenarnya dia tidak tunduk pada PSAK 72, 73 tetapi tunduk pada Standar akuntansi di negaranya masing-masing. Misalnya tunduk pada IFRS 15 Revenue from Contracts with Customers atau IFRS 16 Leases.

c. Kasus angka 2.c, yang berkontrak adalah head office dari BUT, sehingga pendapatan dicatat dalam pembukuan Head Office. Karena Head office berada di luar negeri maka sebenarnya dia tidak tunduk pada PSAK 72, 73 tetapi tunduk pada Standar akuntansi di negaranya masing-masing.

4. Dari sudut pandang perpajakan, dapat disimpulkan bahwa memang secara akuntansi yang dicatat dalam pembukuan BUT adalah yang AI saja, sedangkan penghasilan FOA dan ECI dicatat dalam pembukuan head Office. Namun sesuai pasal 28 KUP, bahwa karena UU perpajakan mengatur lain sebagaimana dimaksud Pasal 5 UU PPh maka FOA dan ECI harus diperlakukan (dijumlahkan) sebagai penghasilan BUT. Hal tersebut semata-mata hanya untuk menghitung besarnya pajak.

5. Secara tabel, siapa yang mencatat pendapatan dalam pembukuan, sebagai berikut:

Penghasilan BUT

IFRS/PSAK

UU Perpajakan

AI

BUT

BUT

FOA

Head Office

BUT

ECI

Head Office

BUT


catatan: 
penerapan FOA dan ECI tersebut berlaku terhadap head office yang berdomisili di negara/jurisdiksi mitra yang Indonesia tidak memiliki tax treaty dengannya; jika memiliki tax treaty, maka perlu dicek kembali pada pasal-pasal tax treaty yang mengatur jasa, bunga, deviden dan royalti. Kata kunci searching dalam tax treaty tersebut carilah kata 'article 7' pada pasal-pasal yang mengatur jasa, bunga, deviden dan royalti. 

SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Post a Comment:

Posting Komentar