Pernyataan itu rasanya wajar-wajar saja, bahkan heroik. Namun sebelum membuka retsleting heroisme, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pemajakan yang melibatkan orang/perusahaan negara lain itu harus melihat terlebih dahulu apa bunyi perjanjian hak pemajakan antara Indonesia dengan negara lain itu. Tak terkecuali dalam soal kedaulatan wilayah laut ini.
Omong-omong soal kedaulatan, tak hanya laut, sesekali lihatlah aplikasi pemantau penerbangan, sebut saja flightradar24/flightaware/flighttracker, betapa padatnya pesawat udara milik maskapai negara asing hilir mudik dari/ke airport Indonesia. Senada, lalu Indonesia dapat apa?
Perjanjian hak pemajakan, atau tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian bilateral timbal balik antara negara/yurisdiksi yang satu dengan negara/yurisdiksi yang lain untuk mengatur di negara mana pajak akan dipungut atas penghasilan yang diterima orang/perusahaan negara/yurisdiksi yang satu yang bersumber dari negara/yurisdiksi yang lain dan sebaliknya.
Hak Pemajakan atas kapal laut asing dan pesawat udara asing di Indonesia sederhananya dibagi menjadi dua:
- negara asing yang belum memiliki tax treaty dengan Indonesia, maka atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia akan dipajaki di Indonesia. Baik penghasilan yang berasal dari rute Internasional (dari/ke Indonesia ke/dari negara Asing) maupun rute lokal (antar tempat di dalam Indonesia). Contoh: Zimbabwe; misal Air Zimbabwe melayani penerbangan dari Jakarta ke Harare, atau Zimbabwe Container Shipping melayani cargo Jakarta-Beira, maka atas penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia. Yaitu PPh Pasal 15 Penerbangan dan Pelayaran, sebesar 2,64% dari penghasilan bruto. Karena antara Zimbabwe-Indonesia tidak memiliki Tax Treaty.
- negara asing yang telah memiliki tax treaty dengan Indonesia, maka pajaknya tergantung bunyi tax treaty dengan negara mitra masing-masing. Ada yg dikenakan di Indonesia, ada pula yang tidak dikenakan di Indonesia. Contoh: Malaysia. Malaysia Airlines melayani pernerbangan Jakarta-Kuala Lumpur, maka atas penghasilannya dari Indonesia dalam rute internasioanl tidak dikenakan pajak di Indonesia. Begitu pula sebaliknya Garuda Indonesia Airways melayani penerbangan Kuala Lumpur-Jakarta, maka atas penghasilan Garuda dari Malaysia dalam jalur internasional tidak dikenakan pajak di Malaysia. Karena bunyi Pasal 8 paragraf 1 Tax Treaty antara Indonesia-Malaysia menyatakan pesawat udara dalam jalur internasional akan dipajaki di masing-masing negara. Sementara misalnya Malaysia Container Shipping melayani cargo laut Jakarta-Penang, maka penghasilan dari Indonesia akan dikenakan pajak di Indonesia. Demikian pula sebaliknya jika PT. Samudera Indonesia melayani cargo laut Johor Bahru-Riau, maka penghasilan PT. Samudera Indonesia dari Malaysia akan dikenakan pajak di Malaysia. Karena Pasal 8 paragraf 2 Tax Treaty Indonesia-Malaysia menyatakan kapal laut dalam jalur Internasional ke negara tersebut akan dikenakan pajak di negara tersebut sebesar 50% dari tarif lokal yang berlaku.
![]() |
Maskapai Asing Melintas Jakarta |
![]() |
Lalin Kapal Laut |
- pajak dikenakan di negara asal maskapai asing itu dan sebaliknya (di Indonesia tidak dikenakan pajak). Negara mitra tersebut berjumlah 53 negara diantaranya adalah: Iran, Suriah, Turki, Mesir, Serbia, Qatar, Venezuela. Yang unik dari Venezuela adalah adanya pengecualian untuk angkutan laut hidrokarbon (minyak bumi) terhadap kapal laut Venezuela yang beroperasi dari pelabuhan Indonesia dalam rute internasional akan dikenakan pajak di Indonesia atau sebaliknya. Mengingat Venezuela adalah negara pengekspor besar minyak bumi maka Tax Treatynya dibuat unik. Artinya kapal laut Indonesia yang mengangkut hidrokarbon dari pelabuhan Venezuela dalam rute Internasional akan dikenai pajak di Venezuela, pintar bukan?
- pajak dikenakan di Indonesia sebesar 50% dari tarif lokal negara masing-masing dan sebaliknya. Tarif lokal PPh Pasal 15 Pelayaran Asing yang belum memiliki tax treaty atas penghasilan dari Indonesia adalah 2,64% dari penghasilan bruto. Artinya Pelayaran Asing yang telah memiliki tax treaty akan dikenakan 1,32% (50% X 2,64%). Negara mitra tersebut adalah Thailand, Swiss, Srilanka, Singapore, Rusia, Rumania, Malaysia, India, Hungaria, Hongkong, China, Cambodia, Brunei, Bangladesh, dan Austria (15 negara).
- pajak dikenakan di Indonesia 100% dan sebaliknya, yakni Saudi Arabia dan Pakistan.
- pajak dikenakan di Indonesia dan sebaliknya dengan menyebut tarif secara eksplisit 1,5% yaitu Philipina.
0 Post a Comment:
Posting Komentar