Sederhana Namun Mengena

Mungkinkah Memajaki Maskapai Udara dan Laut Asing di Wilayah Indonesia?

Dalam sebuah video, dengan gegap gempita seorang youtuber kondang Merdege menganalisis betapa selat Malaka dilalui oleh begitu banyak kapal laut asing, lalu Indonesia dapat apa? Dia menyatakan seharusnya kapal laut asing yang melewati wilayah kedaulatan Indonesia, sudah sewajarnya membayar pajak di Indonesia. Jika tidak dimana kedaulatan kita? Ide brilian bukan?

Pernyataan itu rasanya wajar-wajar saja, bahkan heroik. Namun sebelum membuka retsleting heroisme, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pemajakan yang melibatkan orang/perusahaan negara lain itu harus melihat terlebih dahulu apa bunyi perjanjian hak pemajakan antara Indonesia dengan negara lain itu. Tak terkecuali dalam soal kedaulatan wilayah laut ini.

Omong-omong soal kedaulatan, tak hanya laut, sesekali lihatlah aplikasi pemantau penerbangan, sebut saja flightradar24/flightaware/flighttracker, betapa padatnya pesawat udara milik maskapai negara asing hilir mudik dari/ke airport Indonesia. Senada, lalu Indonesia dapat apa?

Perjanjian hak pemajakan, atau tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian bilateral timbal balik antara negara/yurisdiksi yang satu dengan negara/yurisdiksi yang lain untuk mengatur di negara mana pajak akan dipungut atas penghasilan yang diterima orang/perusahaan negara/yurisdiksi yang satu yang bersumber dari negara/yurisdiksi yang lain dan sebaliknya.

Hak Pemajakan atas kapal laut asing dan pesawat udara asing di Indonesia sederhananya dibagi menjadi dua:

  1. negara asing yang belum memiliki tax treaty dengan Indonesia, maka atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia akan dipajaki di Indonesia. Baik penghasilan yang berasal dari rute Internasional (dari/ke Indonesia ke/dari negara Asing) maupun rute lokal (antar tempat di dalam Indonesia). Contoh: Zimbabwe; misal Air Zimbabwe melayani penerbangan dari Jakarta ke Harare, atau Zimbabwe Container Shipping melayani cargo Jakarta-Beira, maka atas penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia. Yaitu PPh Pasal 15 Penerbangan dan Pelayaran, sebesar 2,64% dari penghasilan bruto. Karena antara Zimbabwe-Indonesia tidak memiliki Tax Treaty.
  2. negara asing yang telah memiliki tax treaty dengan Indonesia, maka pajaknya tergantung bunyi tax treaty dengan negara mitra masing-masing. Ada yg dikenakan di Indonesia, ada pula yang tidak dikenakan di Indonesia. Contoh: Malaysia.  Malaysia Airlines melayani pernerbangan Jakarta-Kuala Lumpur, maka atas penghasilannya dari Indonesia dalam rute internasioanl tidak dikenakan pajak di Indonesia. Begitu pula sebaliknya Garuda Indonesia Airways melayani penerbangan Kuala Lumpur-Jakarta, maka atas penghasilan Garuda dari Malaysia dalam jalur internasional tidak dikenakan pajak di Malaysia. Karena bunyi Pasal 8 paragraf 1 Tax Treaty antara Indonesia-Malaysia menyatakan pesawat udara dalam jalur internasional akan dipajaki di masing-masing negara. Sementara misalnya Malaysia Container Shipping melayani cargo laut Jakarta-Penang, maka penghasilan dari Indonesia akan dikenakan pajak di Indonesia. Demikian pula sebaliknya jika PT. Samudera Indonesia melayani cargo laut Johor Bahru-Riau, maka penghasilan PT. Samudera Indonesia dari Malaysia akan dikenakan pajak di Malaysia. Karena Pasal 8 paragraf 2 Tax Treaty Indonesia-Malaysia menyatakan kapal laut dalam jalur Internasional ke negara tersebut akan dikenakan pajak di negara tersebut sebesar 50% dari tarif lokal yang berlaku.
Berdasarkan web pajak.go.id, saat ini Indonesia telah memiliki Tax Treaty dengan 71 negara/yurisdiksi mitra. Artinya jika terdapat pesawat udara asing atau kapal laut asing yang melayani rute Internasional dari/ke Indonesia, pengenaan pajaknya tergantung bunyi masing-masing Tax Treaty tersebut. Secara umum pengaturan penerbangan dan pelayaran asing diatur dalam Pasal 8 Tax Treaty, khusus Amerika Serikat di Pasal 9 dan Saudi Arabia di Pasal 3.

Penerbangan Asing:
Maskapai Asing Melintas Jakarta
Secara umum, dari ke-71 Tax Treaty tersebut menyatakan bahwa maskapai udara asing yang melayani rute Internasional dari/ke Indonesia, tidak dikenakan pajaknya di Indonesia. Begitu pula sebaliknya jika maskapai udara Indonesia (milik swasta/negara) melayani penerbangan dari/ke 71 negara mitra tersebut dalam rute internasional, maka tidak dikenakan pajak di negara mitra itu. Namun terdapat pengecualian yaitu Philipina, atas pengoperasian pesawat udara Philipina ke/dari Indonesia dalam rute internasional akan dikenai pajak di Indonesia. Sebaliknya Maskapai udara Indonesia (misal Garuda) melayani penerbangan ke/dari Manila dalam rute Internasional juga dikenai pajak di Philipina. Maskapai udara dari negara asal Manny Pacquiao yang melayani rute Jakarta-Manila, Jakarta-Denpasar adalah Philipine Airlines dan Cebu Pacific Airline. Lalu bagaimana jika maskapai udara itu melayani antar tempat di dalam Indonesia? Maka sesuai Tax Treaty, pajaknya dikenakan di Indonesia.
Berdasarkan daftar maskapai asing yang melayani penerbangan di Terminal 3 Bandara Soeha, terdapat dua maskapai yang berasal dari negara yang belum memiliki Tax Treaty dengan Indonesia yaitu Oman Airline dan Ethiopian Airline. Artinya kedua maskapai ini akan dipajaki di Indonesia.

Pelayaran Asing:
Lalin Kapal Laut 
Secara umum, dari ke-71 Tax Treaty tersebut terbagi dalam empat kelompok pemajakan atas operasi kapal laut dalam rute internasional
  1. pajak dikenakan di negara asal maskapai asing itu dan sebaliknya (di Indonesia tidak dikenakan pajak). Negara mitra tersebut berjumlah 53 negara diantaranya adalah: Iran, Suriah, Turki, Mesir, Serbia, Qatar, Venezuela. Yang unik dari Venezuela adalah adanya pengecualian untuk angkutan laut hidrokarbon (minyak bumi) terhadap  kapal laut Venezuela yang beroperasi dari pelabuhan Indonesia dalam rute internasional akan dikenakan pajak di Indonesia atau sebaliknya. Mengingat Venezuela adalah negara pengekspor besar minyak bumi maka Tax Treatynya dibuat unik. Artinya kapal laut Indonesia yang mengangkut hidrokarbon dari pelabuhan Venezuela dalam rute Internasional akan dikenai pajak di Venezuela, pintar bukan?
  2. pajak dikenakan di Indonesia sebesar 50% dari tarif lokal negara masing-masing dan sebaliknya. Tarif lokal PPh Pasal 15 Pelayaran Asing yang belum memiliki tax treaty atas penghasilan dari Indonesia adalah 2,64% dari penghasilan bruto. Artinya Pelayaran Asing yang telah memiliki tax treaty akan dikenakan 1,32% (50% X 2,64%). Negara mitra tersebut adalah Thailand, Swiss, Srilanka, Singapore, Rusia, Rumania, Malaysia, India, Hungaria, Hongkong, China, Cambodia, Brunei, Bangladesh, dan Austria (15 negara).
  3. pajak dikenakan di Indonesia 100% dan sebaliknya, yakni Saudi Arabia dan Pakistan.
  4. pajak dikenakan di Indonesia dan sebaliknya dengan menyebut tarif secara eksplisit 1,5% yaitu Philipina.
Lalu bagaimana dengan operasi kapal laut asing antar tempat di dalam Indonesia? Sesuai tax treaty dengan mitra, maka pajak dikenakan di Indonesia?

Kembali ke pertanyaan mungkinkah memajaki maskapai udara asing dan maskapai laut asing atas operasinya di Indonesia dalam rute internasional?
Negara yang mana? Jika negara yang telah memiliki tax treaty dengan Indonesia maka jawabannya tergantung bunyi tax treaty masing-masing seperti diulas di atas. Bahwa ada negara mitra yang Indonesia memiliki hak pemajakan, ada juga yang Indonesia tidak memiliki hak pemajakan. Jadi jawabannya adalah tergantung tax treaty.
Jika negara yang belum memiliki tax treaty dengan Indonesia? Jawabannya adalah mungkin bahkan harus. Menurut PBB, negara di dunia berjumalah 201 negara, terdiri dari 193 negara yang telah diakui PBB dan 8 negara yang belum diakui. Dari 201 negara tersebut, baru 71 negara yang mengikat perjanjian hak pemajakan dengan Indonesia. Artinya terdapat 130 negara lainnya yang belum memiliki tax treaty dengan Indonesia. Jadi jika 130 negara itu mengoperasikan pesawat udara atau kapal laut di Indonesia dalam jalur internasional maka pajak dikenakan di Indonesia. Apalagi jika mereka melayani rute antar tempat di dalam Indonesia, maka sudah pasti pajak dikenakan di Indonesia.  Lalu negara mana saja itu? Sebut saja Bahrain, Madagaskar, Israel, Palestina. Semisal ada Palestinian airways beroperasi di Indonesia maka akan dikenakan pajak di Indonesia, begitu pula sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan negara-negara yang telah mengikat tax treaty dengan Indonesia?
Tergantung bunyi tax treaty masing-masing. 
Berikut selengkapnya matriks hak pemajakan Indonesia terhadap Kapal Laut Asing dan Pesawat Udara Asing (klik)


SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Post a Comment:

Posting Komentar